Repair Win 7 Kado Pernikahan Tabahkan aku Kabhialvida na kehna Kepiting Pedas Anxietas Dawai Asmara XP Repair SFilm Veer Zaara

Senin, 09 Januari 2012

Kado Pernikahan Bab 4

Kado Pernikahan 54
Bab 4
Selama Proses Berlangsung
Ummul Mukminin 'Aisyah r.a. mengatakan:
"Pernikahan itu sangat sensitif
dan tergantung kepada pribadi masing-masing
untuk mendapatkan kemuliaannya."
enikah adalah kesucian. Sangat besar kemuliaan di dalamnya. Sangat
tinggi kedudukannya dalam Islam, sehingga Al-Qur'an menyebutnya
sebagai mitsaqan-ghaliza (perjanjian yang sangat berat). Hanya tiga kali
kata ini disebut, dua untuk perjanjian tauhid. Maka, pernikahan yang diridhai Allah
akan dipenuhi oleh doa malaikat yang menjadi saksi pernikahan.
Ketika akad nikah terjadi, halal apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Apa yang
sebelumnya merupakan maksiat dan bahkan dosa besar, sejak saat itu telah menjadi
kemuliaan, kehormatan dan besar sekali pahala di sisi Allah. Pernikahan telah
mengubah pintu-pintu dosa dan kekejian menjadi jalan kemuliaan dan kesempurnaan
manusia dalam beragama. Allah menyempurnakan setengah agama ketika seseorang
melakukan pernikahan.
Namun demikian, sebelum akad ada proses. Selama proses inilah setan berusaha
memanfaatkan momentumnya untuk menggoda dan merusak, sehingga pernikahan
bergeser jauh dari makna dan tujuannya.
Proses menuju akad nikah banyak memberi pengaruh terhadap hubungan antara
suami dan istri kelak setelah menikah. Demikian juga, hubungan antara dua keluarga,
yaitu keluarga istri dan keluarga suami, banyak dipengaruhi oleh proses dari
M
Kado Pernikahan 55
peminangan hingga akad berlangsung. Persepsi dan penerimaan masing-masing
anggota keluarga, banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan qalbiyyah (hati, termasuk
niat) ketika proses sedang berlangsung. Oleh karena itu, setelah peminangan,
yang perlu kita jaga adalah segala hal yang dapat merusak makna dan tujuan
pernikahan, yang mungkin muncul selama proses berlangsung. Sebagian proses
berjalan dengan mudah dan sederhana. Sebagian harus menempuh proses yang pelik
dan rumit. Sebagian berlangsung cepat dalam waktu singkat, sebagian harus
menunggu dalam waktu yang cukup lama.
Proses pernikahan manakah yang terbaik? Yang terbaik adalah yang paling
maslahat dan barakah, serta jauh dari mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit
kekecewaan yang menjauhkan orang dari rasa syukur. Proses pernikahan yang
mendatangkan maslahat dan barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula
berlangsung melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat
bagi Anda. Ketika hujan lebat sedang turun dan petir menggelegar sambutmenyambut,
kalau Anda tidak berhati-hati, bisa tersambar oleh petir yang nyasar.
Kalau Anda menjaga diri, istiqamah, dan tawakal, insya-Allah Anda akan mendapati
hujan sebagai pensucian bumi hati Anda. Sedang petir membawa muatan listrik yang
menerangi.
Sesungguhnya, sepanjang yang saya ketahui, salah satu pandangan Islam tentang
pernikahan adalah sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan. Anda
harus memperhatikan keadaan hati Anda ketika akan melaksanakan. Sebab, di sinilah
setan berusaha untuk menyimpangkan niat dan tujuan Anda. Islam menganjurkan kita
untuk menyegerakan menikah, tetapi setan bisa mengambil bentuk yang mirip ketika
kita tidak mau menunda-nunda tanpa alasan. Setan mengarahkan kita untuk bersikap
tergesa-gesa. Khusus pembahasan mengenai menyegerakan dan tergesa-gesa, insya-
Allah akan kita bicarakan pada bab berikutnya, Antara Menyegerakan dan Tergesagesa.
---
Kita seringkali tidak bisa membedakan,
apakah kita melakukan sesuatu
karena persangkaan kita yang baik kepada Allah
ataukah justru karena persangkaan kita
yang kurang tepat kepada-Nya.
---
Setan berusaha untuk merebut masa sebelum menikah, masa yang sangat rawan.
Masa ini bisa menyesatkan manusia jika tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh
jadi ia mendapati pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun --
barangkali-- pasangan hidupnya sudah berperilaku yang sesuai dengan tuntunan Islam
Kado Pernikahan 56
dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah tangga. Na'udzubillahi min
dzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang demikian.
Ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangkat meminang (atau, sejak
datangnya pinangan bagi seorang gadis) sampai dengan pelaksanaan akad-nikah.
Pertama, menyangkut persangkaan kita kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua,
persangkaan dan persepsi kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita.
Masalah kedua ini, banyak kaitannya dengan masalah pertama. Jika masalah yang
pertama tidak baik, masalah yang kedua sangat mungkin untuk ikut tidak baik.
Persangkaan Kepada Allah
Orang yang tampak bersungguh-sungguh ketika berdoa, bisa jadi karena
keyakinannya bahwa Allah itu dekat. Allah Maha Mendengar doa orang-orang yang
berpengharapan kepada-Nya. Ia yakin bahwa Allah memperhatikan orang yang
datang kepada-Nya untuk mengadukan keluh-kesahnya atau memohon pertolongan-
Nya. Karena kemuliaan-Nya, maka adalah kelayakan bagi manusia untuk berdoa
secara sungguh-sungguh sekaligus berhati-hati agar terjauh dari berdoa yang tidak
layak, sekalipun Allah Sangat Luas Pemberian-Nya.
Meskipun demikian, bisa jadi orang tampak sangat bersungguh-sungguh ketika
berdoa, sampai wajahnya berkerut-kerut dan ekspresinya berubah, justru karena
ketidakyakinannya. Ia mengkhusyuk-khusyukkan diri ketika berdoa, justru karena
keyakinannya yang tipis bahwa Allah Maha Mengabulkan doa orang-orang yang
berpengharapan kepada-Nya. Ia menyangatkan diri ketika memohon kepada Allah
karena khawatir keinginannya tidak tercapai, padahal ia tahu Allah Maha Besar
Kekuasaan-Nya.
Sungguh, sangat jauh perbedaan antara kesungguhan doa orang yang yakin dan
kesungguhan orang yang berdoa justru karena kurang yakin terhadap kemurahan
Allah. Orang yang sangat besar keyakinannya kepada Allah ketika berdoa bisa jadi
sampai menangis, mengingat-ingat besarnya karunia Allah dan kecilnya amanah yang
sudah ia tunaikan. Orang yang berdoa karena kurngnya keyakinan, juga bisa
menangis. Tetapi jauh sekali perbedaannya. Dan berbeda sekali persangkaannya
kepada Allah. Padahal, Allah Swt. berfirman dalam sebuah hadis Qudsi:
"Aku menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku." (HR Bukhari dan
Muslim).
Kita seringkali tidak bisa membedakan, apakah kita melakukan sesuatu karena
persangkaan kita yang baik kepada Allah ataukah karena persangkaan kita yang
kurang tepat kepada Allah Azza wa Jalla. Kita sering tidak bisa membedakan, kecuali
setelah mengambil jarak dari masalah itu dengan pertolongan Allah. Dan datangnya
pertolongan Allah, adakalanya sesuai dengan persangkaan kita mengenai pertolongan,
bisa pula sebaliknya, justru nampak berkebalikan dengan apa yang kita anggap
sebagai cara menolong. Sungguh, rugi orang yang menyangka pertolongan Allah
Kado Pernikahan 57
sebagai pengabaian-Nya. Semoga kita terhindar dari prasangka yang tidak diridhai-
Nya.
Pernikahan adalah salah satu amanah Allah bagi manusia yang beriman kepada-
Nya. Pernikahan adalah ketundukan kita kepada-Nya, sekalipun Allah memberi
tempat kepada perasaan-perasaan manusiawi. Justru, Allah-lah yang memberikan
perasaan-perasaan dan dorongan itu kepada manusia. Sementara itu, setan berusaha
untuk memanfaatkan momentum menjelang nikah, selama proses menuju pernikahan,
justru untuk mengangkuhkan diri seolah Allah tidak memperhatikan. Padahal tidak
ada yang bisa disembunyikan dari pengetahuan dan "penglihatan" Allah.
Pernikahan adalah amanah Allah. Dan Allah tidak pernah zalim kepada
makhluk-Nya. Tidak pernah Allah memberikan amanah kepada manusia, kecuali Ia
akan memberikan sarana untuk memenuhi amanah. Allah tidak pernah zalim. Maha
Suci Allah dari kezaliman.
Setiap amanah telah dicukupi dengan sarana yang dengan itu orang bisa
melaksanakan amanah-Nya, dalam hal ini melaksanakan pernikahan. Walaupun
demikian, manusia sering melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri maupun
kepada Allah dengan prasangka-prasangka buruk kepada-Nya. Maha Suci Allah dan
segala puji bagi-Nya yang luas ampunan dan kasih sayang-Nya.
Astaghfirullahal'adzim. Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazhzhalimin.
Masya Allah. Manusia seringkali tergesa-gesa dan penuh keluh-kesah karena
dangkalnya ilmu dan pendeknya jangkauan akalnya terhadap rahmat Allah. Ketika
membutuhkan gerimis untuk mendinginkan bumi hatinya, ia mengeluh dan kadang
bahkan cepat memberikan penilaian yang salah ketika Allah mengirimkan mendung.
Padahal, mendung yang tebal itu membawa muatan air yang melimpah, lebih dari
sekedar yang ia butuhkan. Ketika ia tidak melihat mendung, dan hanya merasakan
teriknya matahari, ia lupa bahwa matahari pun adalah rahmat. Berkait dengan
keinginannya, matahari mempercepat penguapan air laut menjadi awan yang
selanjutnya akan menjadi hujan. Tetapi manusia sangat pendek jangkauan akalnya,
tergesa-gesa dan mudah mengeluh.
Semoga Allah mengampuni kezaliman kita dan menggantikan dengan hati yang
bersyukur.
Masalah-masalah berkenaan dengan prasangka yang kurang baik terhadap Allah,
tidak hanya ketika berhadapan dengan apa yang oleh anggapan lahiriah sebagai
kesulitan. Keadaan-keadaan yang dirasa mudah, juga perlu dijaga agar kemudahan
yang diberikan oleh Allah tidak menjatuhkan kita ke dalam keadaan "mengabaikan"
rahmat Allah. Seolah-olah, kitalah yang menyebabkan kemudahan. Manusia memang
rawan terhadap sikap takabur, menyombongkan diri di hadapan orang lain dan di
hadapan dirinya sendiri.
Mudah-mudahan kita bisa menjaga persoalan-persoalan qalbiyyah selama proses
menuju pernikahan berlangsung. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menyelamatkan
Kado Pernikahan 58
kita dari urusan hati yang menjerumuskan. Semoga Allah mensucikan niat kita dalam
melangkah ke jenjang pernikahan. Saya sangat mengharap kepada Allah niat terbaik
saat melangsungkan akad-nikah. Mudah-mudahan Allah menjadikan pernikahan kita
barakah dan diridhai Allah hingga kelak kita menghadap-Nya di yaumil-akhir.
Mudah-mudahan Allah Swt. mengaruniai kita keturunan yang memberi bobot kepada
bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Inilah yang kita perlu jaga. Kita perlu menata hati ketika menjalani urusanurusan
selama proses berlangsung, termasuk ketika nanti mengadakan walimah.
Mudah-mudahan kebersahajaannya maupun kemeriahannya, kita laksanakan di atas
niat serta jalan yang diridhai Allah. Semoga barakah dunia akhirat. Allahumma amin.
Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.
Persangkaan dan Persepsi Terhadap Calon
Proses pernikahan ada yang berlangsung cepat, ada yang membutuhkan waktu
lama. Mengenai waktu yang dibutuhkan selama proses, saya teringat kepada doa
keluar rumah yang artinya, "Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan
agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan
jadikanlah barakah apa yang telah Engkau takdirkan. Sehingga, tidak kepingin aku
untuk menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan menunda apa yang Engkau
segerakan."
Ada satu catatan. Pernikahan termasuk salah satu dari tiga perkara yang
dianjurkan untuk disegerakan. Jika tidak ada hal yang merintangi, mempercepatnya
adalah lebih baik. Mempercepat proses pernikahan termasuk salah satu kebaikan dan
lebih dekat dengan kemaslahatan, barakah, dan ridha Allah. Insya-Allah, pertolongan
Allah sangat dekat. Apa-apa yang menghalangi langkah untuk menyegerakan, akan
dimudahkan dan dilapangkan. Sesungguhnya Allah tidak zalim terhadap apa-apa
yang diserukan-Nya. Allah tidak zalim terhadap hamba-Nya, betapa pun Allah
Mutlak Kekuasaan-Nya. Kitalah yang sering zalim kepada Allah.
Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-zhalimin. Rabbana zhalamna
anfusana waillam taghfirlana lanaa kuunanna minal khosirin.
Ya Allah, ampunilah hamba atas kezaliman hamba sendiri.
Mempercepat proses pernikahan adalah lebih baik, tetapi hendaknya tidak
terjatuh pada sikap tergesa-gesa. Selama proses berlangsung, kita membutuhkan
informasi dan pembicaraan berkaitan dengan rencana pernikahan. Adakalanya, kita
mendapatkan informasi mengenai beberapa hal dari keluarga calon, perantara, atau
orang lain. Adakalanya, kita mendapatkan keterangan tentang beberapa hal dari calon
pendamping secara langsung.
Selama masa ini kita sangat peka terhadap berbagai informasi yang kita terima,
disebabkan oleh besarnya harapan untuk menyegerakan ataupun besarnya
Kado Pernikahan 59
kekhawatiran. Bisa juga oleh sebab-sebab lain yang bersifat qalbiyyah (hati). Kadangkadang,
orang mengalami deprivasi (kebutuhan yang sangat, seperti orang yang lapar)
yang menyebabkannya menjadi lebih peka terhadap jenis-jenis informasi tertentu.
Pada saat Anda sedang mengalami deprivasi makanan, Anda akan cepat mengira
orang yang sedang memukul-mukulkan besi kecil sebagai penjual nasi goreng sedang
lewat.
Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitif. Apa yang berlangsung selama
masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua manusia itu
kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan dengan pelaksanaan
akad, hingga detik-detik akadnya, bisa menjernihkan niat-niat yang masih keruh
sehingga pada saat keduanya melakukan shalat berjama'ah segera setelah akad,
mereka banyak beristighfar, memohon pertolongan Allah untuk melimpahkan
kebarakahan dan menjauhkan dari keburukan, serta merasakan syukur yang dalam
karena telah terhindar dari ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa
juga mengeruhkan niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama.
Padahal manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang
diniatkan.
Pada masa ini, di antara sekian banyak hal yang mungkin harus diselesaikan,
masalah lisan adalah yang paling peka dan paling rawan. Sebab, masalah
memperlakukan lisan ini mempengaruhi keseluruhan masalah lain, termasuk dalam
hubungan suami-istri setelah menikah. Bahkan termasuk bagaimana menghayati
hubungan intim suami-istri. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim. Saya
mohon perlindungan Allah dari kekejian lisan saya sendiri.
Ada dua hal yang perlu dijaga dalam memperlakukan lisan selama proses
berlangsung (juga sesudahnya). Pertama, menjaga lidah dalam mengucapkan katakata
(hifdhul-lisan). Kedua, menjaga persepsi kita terhadap apa yang kita dengar dari
lisan orang lain.
Ada dua bagian manusia yang dapat menjaminkan surga atau menjerumuskan ke
neraka, yaitu lisan dan kemaluan. Nikah adalah proses menjaga kesucian kemaluan
kita dari tindakan yang tidak diridhai Allah (mudah-mudahan kita termasuk orang
yang menikah demi menjaga kesucian farji). Melalui nikah, apa yang sebelumnya
merupakan dosa besar, menjadi ibadah yang dimuliakan. Nikah adalah kesucian.
Tetapi, lisan dapat menjadikannya keruh.
Dari Sahl bin Sa'd As-Sa'di r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"Barangsiapa yang menjamin kepadaku akan menjaga apa yang ada di antara
kedua rahangnya (mulut) dan apa yang ada di antara kedua kaki pahanya
(kemaluan) niscaya aku menjamin surga untuknya." (HR Bukhari).
Suatu ketika Uqbah bin Amir r.a. bertanya, "Ya Rasulullah, apakah keselamatan
itu?"
Beliau menjawab, "Tahanlah lisanmu, kerasanlah di rumahmu, dan tangisilah
dosamu." (HR Tirmidzi).
Kado Pernikahan 60
Saya tidak bisa menjelaskan bab ini lebih lanjut. Cukuplah saya akhiri bab ini
dengan beberapa hadis. Mudah-mudahan Allah Swt. mengampuni kesalahankesalahan
niat dalam menikah disebabkan oleh ketidaktahuan kita, dan
meluruskannya dengan menyemayamkan niat terbaik yang diridhai-Nya. Mudahmudahan
kelak kita akan mendapati pernikahan kita dan keturunan kita seluruhnya
barakah dan diridhai Allah 'Azza wa Jalla. Allahumma amin.
Al-Maqdisi mengetengahkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"Berikan penafsiran terbaik tentang apa yang engkau dengar, dan apa yang
diucapkan saudaramu, sampai engkau menghabiskan semua kemungkinan dalam
arah itu."
Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai hadis, "Jika engkau
mendengar sesuatu yang mungkin diucapkan oleh saudaramu, berikan interpretasi
yang terbaik sampai engkau tidak dapat menemukan alasan untuk melakukannya."
Menanggapi pertanyaan tersebut, Imam berkata, "Carilah alasan untuknya
dengan mengatakan mungkin dia berkata begini, atau mungkin maksudnya begini."
Tabayyun (meminta penjelasan) adalah bentuk lain upaya untuk mendapatkan
interpretasi sesuai dengan yang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya. Bisa
jadi kita mendengar langsung dengan orang yang berbicara, tetapi kita menangkapnya
tidak sebagaimana dimaksud. Di sinilah tabayyun (mengecek kebenaran informasi)
diperlukan.
Rasulullah Saw. juga diriwayatkan pernah bersabda,
"Janganlah salah satu di antara kamu sekalian ber-imma'ah, yang jika orang
lain baik maka engkau baik, dan jika mereka jelek maka engkau ikut jelek pula. Akan
tetapi hendaklah engkau tetap konsisten terhadap (keputusan) dirimu. Jika orangorang
baik, maka engkau juga baik, dan jika mereka jelek, hendaklah engkau
menjauhinya keburukan-keburukan mereka." (HR Tirmidzi).
Apakah imma'ah itu? Kita minta Muhammad Hashim Kamali, seorang guru
besar ilmu fiqih pada International Islamic University, Malaysia, untuk menjelaskan.
Menurut Muhammad Hashim Kamali, imma'ah adalah, "Memuji atau mencela orang
lain tanpa alasan, tetapi semata-mata karena dia melihat orang lain melakukan hal
itu."
Kita imma'ah ketika kita dengan cepat menyimpulkan ucapan orang lain hanya
dari mendengar selintas. Kita juga imma'ah kalau kita segera memberikan pujian
karena mendengar kabar sekedarnya mengenai dia. Apalagi kalau sampai
menjatuhkan kesimpulan dengan sangat yakin tentang seseorang hanya dari rumor --
entah, apakah masih termasuk imma'ah atau bukan.
Alhasil, dengan kriteria seperti itu, rasanya hampir setiap hari kita terperosok ke
dalam imma'ah. Kadang-kadang tersadar sesudah lewat, tetapi melakukan kesalahan
lagi beberapa menit sesudah sadar.
Kado Pernikahan 61
Saya mohon ampunan kepada Allah atas berbagai perbuatan imma'ah yang saya
lakukan karena ketidaktahuan saya atau karena kecerobohan saya. Saya meminta
maaf kepada Anda jika saya pernah gegabah menyimpulkan ucapan Anda, padahal
saya belum memeriksanya.
Apapun, kita mengharap pertolongan Allah semoga kemudahan dalam proses
menumbuhkan kehangatan dan keakraban setelah menikah. Adapun kesulitan dalam
proses, melahirkan kesetiaan, kedalaman cinta, dan kelurusan niat setelah
melaksanakan akad nikah. Bagi mereka ketenteraman, mawaddah wa rahmah hingga
hari kiamat kelak. Allahumma amin.
Rahmat Allah datang dalam berbagai bentuk.

Kado Pernikahan Bab 3

Kado Pernikahan 45
Bab 3
Mengenai
Sumber Informasi dan
Perantara
uatu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab r.a. ingin menilai
seorang laki-laki yang datang kepada beliau memohon agar diberi jabatan
dalam pemerintahan. Umar r.a. berkata kepadanya, "Bawa orang yang
mengenalmu ke sini!"
Lelaki itu pulang dan kembali membawa seorang teman. Lalu Umar r.a. bertanya
kepada orang itu, "Apakah kau kenal orang ini?"
"Ya."
"Apakah kau tetangganya, dan tahu keadaan yang sebenarnya?" Umar r.a.
bertanya.
"Tidak," kata orang itu.
"Apakah kau pernah menemaninya dalam perjalanan, sehingga kau tahu pasti
perangai dan akhlaknya..."
"Tidak."
"Apakah kau pernah berhubungan masalah uang dengan orang itu, sehingga kau
tahu bahwa dia sangat takut memakan barang yang haram?"
"Tidak".
"Apakah kau hanya mengenalnya di masjid ketika dia berdiri dan duduk di
masjid?"
"Ya".
"Enyahlah kau dari sini. Kau tidak mengenalnya...!"
Lalu Umar r.a. menoleh kepada laki-laki yang datang kepadanya itu dan berkata,
"Bawa lagi orang yang benar-benar mengenalmu ke sini."
S
Kado Pernikahan 46
Dalam riwayat lain dikatakan, ada seseorang berkata kepada Amirul Mukminin
Umar r.a. bahwa di fulan itu seorang yang jujur. Maka Amirul Mukminin bertanya,
"Apakah kau pernah menempuh perjalanan bersamanya?"
"Tidak".
"Apakah pernah terjadi permusuhan antara kau dan dia?" tanya Umar bin
Khaththab.
"Tidak."
"Apakah kau pernah memberinya amanat?"
"Tidak."
"Kalau begitu," kata Umar r.a., "kau tidak mengenalnya selain melihatnya
mengangkat dan menundukkan kepalanya di masjid."
Kisah percakapan Umar bin Khaththab ini saya angkat dari buku Memilih Jodoh
dan Tatacara Meminang dalam Islam (GIP, 1995) karya Husein Muhammad Yusuf
ketika membicarakan tema cara memilih suami yang baik.
Dalam dua riwayat tersebut, Umar memeriksa apakah orang yang dihadapkan
kepadanya memenuhi syarat untuk menjadi sumber informasi mengenai seseorang.
Dalam proses pernikahan, pihak calon pengantin perempuan seringkali membutuhkan
sumber informasi. Kadang, sumber informasi ini sekaligus menjadi perantara
(comblang) yang mengusahakan pertemuan dua pihak menjadi satu keluarga. Sering
juga, calon pengantin membutuhkan informasi dari berbagai sumber informasi di luar
perantara.
Selama proses menuju pernikahan, orang membutuhkan sumber informasi.
Pertama, untuk memperoleh keterangan mengenai aspek-aspek pribadi calon
suami/istri. Kedua, orang yang membutuhkan sumber informasi, bisa untuk
memperoleh keterangan tentang persoalan-persoalan temporer (sesaat) dan
situasional. Tentang persoalan kedua ini, insya-Allah kita akan membahasnya pada
bab berikutnya Selama Proses Berlangsung, segera setelah bab ini selesai.
Memperantarai dua orang untuk menikah mendapat kedudukan mulia dalam
Islam. Membantu dua orang yang berkeinginan untuk menikah, sehingga Allah
mempertemukan mereka sebagai suami istri yang sah di hadapan Allah, insya-Allah
lebih dekat kepada ridha Allah. Ada berbagai keterangan mengenai keutamaan
menjadi perantara nikah, insya-Allah termasuk menjadi sumber informasi bagi mereka
yang mau menikah. Tetapi bukan bagian saya untuk membahas masalah ini,
mengingat belum adanya ilmu pada saya tentang ini. Selain itu, saya belum tepat
untuk membicarakan masalah ini. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim.
Cukuplah saya kutipkan nasehat Sayyidinina 'Ali bin Abi Thalib karamallahu
wajhahu. Beliau mengatakan, "Sebaik-baik syafaat adalah memperantarai dua orang
untuk menikah, di mana dengan itu Allah mengumpulkan mereka berdua."
Selanjutnya, saya ingin membahas beberapa hal penting bagi mereka yang
meniatkan diri untuk memperantarai pernikahan. Demikian juga bagi sumber
informasi yang dimintai keterangan oleh salah satu pihak calon pengantin.
Pembahasan ini saya harapkan juga bisa bermanfaat bagi mereka yang akan menikah,
Kado Pernikahan 47
sehingga mereka memperoleh maslahat dan barakah yang besar dalam pernikahan.
Mudah-mudahan Allah 'Azza wa Jalla memberi petunjuk kepada saya tentang ini,
memperjalankan saya dengan kekuasaan-Nya untuk menepati petunjuk-Nya, dan
menjauhkan saya dari kekeliruan-kekeliruan saya sendiri.
Pertama,
Memberi Informasi Objektif
Perantara maupun sumber informasi seyogyanya memberikan informasi yang
objektif. Ia memberi keterangan yang bersifat informatif sehingga dapat bermanfaat
bagi calon pengantin maupun keluarganya untuk menilai calon pasangannya.
Adakalanya, sebagian informasi tidak informatif, tidak bernilai sebagai
informasi. Justru, kadang malah menimbulkan penilaian (persepsi) yang salah tentang
calonnya. Tidak informatifnya keterangan yang diberikan, kadang karena kurangnya
deskripsi (penggambaran) mengenai informasi yang abstrak.
Kalau Anda mengatakan "dia wanita yang baik" ketika ada seseorang yang
memiliki "maksud" bertanya, maka perlu Anda tunjukkan perilaku-perilaku dan sikap
yang membuat Anda menyimpulkan dia sebagai wanita yang baik. Tanpa penjelasan,
peminang bisa salah persepsi sehingga ia menemui kekecewaan-kekecewaan yang
beruntun setelah menikah. Padahal, andaikata ia memperoleh keterangan yang
objektif dan informatif, insya-Allah dia justru mendapati istrinya sebagai wanita yang
menyejukkan, sekalipun ada kekurangan-kekurangan.
Kedua,
Tidak Persuasif
Kita sebaiknya tidak memberi keterangan yang bersifat persuasif (membujuk).
Keterangan yang persuasif, apalagi jika sengaja mempersuasi agar kedua orang itu
berhasil dipertemukan, dapat memunculkan kondisi psikis yang tidak
menguntungkan.
Pertama, informasi persuasif (bersifat membujuk, promosi) dapat memunculkan
harapan (atau malah angan-angan) yang terlalu tinggi mengenai calonnya. Ini
menjadikannya kurang peka terhadap kebaikan-kebaikan pasangannya kelak setelah
menikah, karena secara tak sadar selalu membandingkan dengan harapan semula
sebelum menikah. Ia lebih peka terhadap kekurangan, meskipun sedikit, sementara
kebaikannya sebenarnya banyak.
Keadaan ini mudah menimbulkan kekecewaan atau bahkan kecenderungan untuk
melakukan penolakan psikis terhadap pasangannya. Padahal, semakin tidak bisa
mensyukuri kebaikan pasangannya, semakin besar penderitaan psikisnya. Sementara
Kado Pernikahan 48
untuk mengambil jarak dari masalah, lebih sulit karena sudah mengalami distorsi
kognitif.
Sebagian informasi persuasif ini berasal dari buku-buku yang lebih banyak
menjanjikan keindahan yang akan didapatkan ketika menikah, tetapi kurang banyak
membahas pada bagaimana keduanya harus memperjuangkan keluarganya. Ketiadaan
misi dan lebih banyak persuasi, menumbuhkan harapan yang tidak seimbang.
Kedua, informasi yang persuasif mengarahkan harapan orang tentang keindahankeindahan
yang akan diberikan pasangan hidupnya. Bukan apa yang kelak perlu ia
lakukan kepada pasangannya. Ini menjadikannya mudah merasa kurang terhadap apa
yang telah diberikan oleh pasangannya. Bahkan, ketika pasangannya telah banyak
memberikan keindahan-keindahan, kehangatan dan penghormatan, ia tidak
merasakannya sebagai kebaikan yang layak disyukuri. Ia menerimanya sebagai
sekedar kewajaran yang memang sudah seharusnya ia terima. Tuntutan terhadap
pasangan lebih mudah muncul dalam dirinya. Susahnya, tuntutan itu sering tidak
dinyatakannya karena ia merasa bahwa mengenai hal itu "seharusnya dia sudah
mengerti".
K.H. Jalaluddin Rakhmat menceritakan, bila sepasang suami-isteri saling
mencintai, lama kelamaan wajahnya akan saling mirip satu dengan yang lain. Terjadi
perubahan fisiologis di antara mereka. Ini disebabkan oleh perubahan psikologis.
Karena itu, kata Kang Jalal, mulailah dari perubahan akhlak, nanti fisik mengikuti.
Wallahu A'lam. Tetapi ada yang patut dicatat dari cerita Kang Jalal. Suami-istri
yang saling mencintai akan saling menemukan kesamaan-kesamaan. Kalau mereka
menjumpai perbedaan, insya-Allah mereka akan berusaha mempersamakan atau
menoleransi perbedaan. Ada sebuah keluarga yang setiap membuat sayur, harus selalu
dipisahkan dua ketika suami di rumah. Istrinya suka masakan yang manis, sedang
suaminya suka asin. Tetapi keduanya hidup harmonis.
Tetapi ketika harapan terhadap pasangan terlalu tinggi, ia akan peka terhadap
perbedaan-perbedaan. Sementara perbedaan yang ada melahirkan kesenjangan psikis
maupun komunikasi.
Sesungguhnya, kalau kita selalu mencari perbedaan pada diri pasangan sebagai
kekurangan, maka tidak ada orang yang sama persis dengan kita kecuali dengan diri
kita sendiri. Tetapi, kalau kita mencari kesamaan-kesamaan sebagai kebaikan atau
untuk introspeksi, insya-Allah kita akan menjumpai kesamaan pada pasangan kita
sebanyak yang kita cari. Wallahua'lam wallahul musta'an.
Ketiga, orang justru menjadi takut menikah karena membandingkan persepsinya
(penilaiannya) mengenai calon dengan keadaan dirinya. Seorang ikhwan bisa bisa
merasa minder dan "ngeri", karena menganggap akhwat yang ia harapkan terlalu
tinggi derajatnya dan "hampir-hampir mencapai kesempurnaan". Alhasil, ia tidak
berani meminang atau menerima pinangan justru karena pengaruh informasi yang
persuasif. Padahal, keadaan yang sesungguhnya tidak demikian.
Kado Pernikahan 49
Dalam kasus ini, informasi persuasif justru bisa mendekatkan kepada madharat.
Allahua'lam wastaghfirullahal 'adzim.
Ketiga,
Memberi Informasi Menurut Apa yang Diketahui
Nilai keutamaan orang yang memperantarai pernikahan atau pun yang menjadi
sumber informasi, insya-Allah terletak pada usaha untuk memberi keterangan yang
tepat. Bukan pada banyaknya informasi yang dapat ia sampaikan. Seyogyanya, kita
menjauhkan diri dari memberi informasi yang bersifat qila wa qila (katanya sih
katanya, kononnya konon). Informasi mengenai hal-hal fisik, seharusnya ia ketahui
dari melihat langsung.
Bagi Anda yang ingin mengetahui keadaan fisik calon, masalah ini perlu
mendapat perhatian. Wajah dan telapak tangan, dapat Anda lihat sendiri. Tetapi
mengenai bagian fisik lainnya, Anda perlu meminta orang lain jika Anda ingin
mengetahuinya. Contoh terbaik dalam hal ini adalah Rasulullah Saw.
Imam Ahmad, Imam Thabrani, Imam Hakim, dan Imam Baihaqi pernah
meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik r.a. Suatu ketika, Rasulullah Saw.
pernah mengutus Ummu Sulaim r.a. kepada seorang wanita (yang akan dilamar).
Rasulullah mengatakan, "Perhatikanlah urat di atas tumitnya dan ciumlah bau
lehernya."
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Saw. berkata, "Ciumlah bau gigi
(depannya) di sepanjang lebar mulutnya."
Keempat,
Lebih Melihat Pada Usaha
Memperantarai dua orang untuk menikah, menurut Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib
karamallahu wajhahu merupakan sebaik-baik syafaat. Nilai usaha orang yang
memperantarai, insya-Allah terletak pada kesungguhannya dalam mengusahakan.
Berhasil atau tidak, baginya pahala orang menikahkan dua orang saudara sesama
Muslim.
Karena itu, seorang perantara hendaknya lebih memperhatikan kemaslahatan
dalam mengusahakan, bukan berorientasi pada keberhasilan mempertemukan.
Kegagalan mempertemukan insya-Allah bukan keburukan, jika Anda mengusahakan
pada kemaslahatan. Kesudahan bagi keduanya insya-Allah baik.
Sebaliknya, keberhasilan mempertemukan tetapi kurang memperhatikan
kemaslahatan-kemaslahatan, terma-suk dalam memberi informasi, bisa justru
menghasilkan madharat. Mudah-mudahan Allah Swt. memasukkan kita ke dalam
Kado Pernikahan 50
golongan orang-orang yang selamat dan bahagia. Bukan golongan orang-orang yang
tersesat dan menderita.
Kelima,
Moderat dan Tidak Menyudutkan
Adakalanya orang yang diperantarai menghadapi beberapa pilihan. Menentukan
pilihan untuk masalah yang menyangkut kehidupan selama di dunia dan sampai
akhirat ini, bukan perkara mudah. Butuh kejernihan agar tidak terombang-ambing
oleh desakan hawa nafsu yang jahat. Butuh kejernihan, agar hati semakin berih dan
lurus ketika mengambil keputusan. Tidak justru merusak niat. Padahal, niat adalah
masalah mendasar dalam mengambil keputusan.
Seorang perantara yang menjumpai keadaan seperti ini, hendaknya berusaha
untuk bersikap moderat. Sikap moderat (al-wasthiyyah) insya-Allah lebih dekat
kepada kemaslahatan dan ridha Allah. Sekalipun ia berdiri untuk memperantarai salah
satu orang yang sedang dipertimban-kan, ia sebaiknya bersikap netral.
Kecenderungan hati barangkali sulit dihapuskan. Tetapi, insya-Allah akan baik kalau
ia mencoba memilih berdiri di tengah-tengah dalam ucapan. Ini akan membuahkan
ketenangan. Dan ketenangan lebih dekat kepada kejernihan.
Adakalanya sebagian orang bersikap kurang moderat. Ia cenderung mengarahkan
pikiran orang yang diperantarai, sekalipun barangkali tidak disadari. Kadang-kadang
bahkan mengarahkan kepada "sikap negatif" yang memojokkan, sehingga orang yang
diperantarai merasa tertekan. Merasa berada pada situasi yang riskan. Atau,
menyebabkan orang yang diperantarai tertekan secara emosional. Padahal, dalam
saat-saat seperti itu, yang ia butuhkan adalah kejernihan dan ketenangan agar lebih
dekat kepada tawakal dan ridha Allah. Pada saat-saat seperti ini orang yang hendak
menikah sangat perlu menjaga prasangka dan keyakinannya terhadap Allah Swt.
Moderat lebih dekat dengan keseimbangan. Saya pernah mendengar seorang
perantara memberikan pertanyaan yang bernada memojokkan, "Apa sudah ada tandatanda
penolakan dari pihak sana?"
Pertanyaan yang semacam ini juga termasuk tidak netral dan bisa menyebabkan
ketidakamanan secara emosional, "Bagaimana, apa sudah ada kecenderungan ke
pihak yang di sini? Barangkali sudah ada kepastian kalau tidak jadi."
Pertanyaan-pertanyaan sejenis, juga keterangan-keterangan lain yang tidak
berimbang, membawa orang yang diperantarai kepada situasi yang tidak
mengenakkan emosi. Keputusan yang hampir jadi sesuai yang dikehendaki perantara,
bisa justru mentah kembali karena pertanyaan atau pun pernyataan yang menyudutkan
secara emosional.
Kado Pernikahan 51
Saya ingat kisah Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu. Semua musuhnya tahu
kalau Sayyidina 'Ali sudah mengangkat pedang, sulit mengelak dari tebasannya ketika
berhadapan di medan peperangan.
Suatu ketika, seorang musuh berada pada situasi terdesak. Ia berhadapan dengan
Sayyidina 'Ali. Merasa terdesak dan tak ada pilihan lain, ia meludahi Sayyidina 'Ali.
Pedang yang hampir menebas, ternyata tidak jadi menghilangkan nyawanya.
Mengapa Sayyidina 'Ali mengurungkan tebasan pedangnya? Beliau tidak ingin
mengayunkan pedangnya karena hati yang terusik oleh ludah.
Sikap seorang ustadz berikut agaknya bisa dicontoh. Ketika ada orang
mengajukan masalahnya, ia menunjukkan sisi baik dari keduanya secara berimbang.
Kekurangan pada salah satu pihak, ditunjukkan sebagai kesempatan untuk
memperoleh kemuliaan akhirat, dan diimbangi dengan kelebihan yang mungkin ada.
Sementara kekurangan pihak lainnya, dijelaskan dengan cara yang sama secara
seimbang dan adil.
Keenam,
Memotivasi Jika Mampu
Sebagian perantara maupun sumber informasi, selain memberikan keterangan
yang diperlukan juga memberi motivasi. Ini baik, agar orang bersemangat dan tetap
optimis menghadapi tantangan dan kesulitan yang ada. Jika orang yang diperantarai
masih ragu-ragu, motivasi dapat membuatnya yakin dan mantap untuk segera
melangkah ke jenjang pernikahan. Ia dapat memikirkan kesulitan-kesulitan yang ada
secara tenang, sehingga Allah memudahkannya keluar dari masalah. Insya-Allah.
Meskipun demikian, seorang perantara maupun sumber informasi perlu berhatihati
dalam memberikan motivasi (targhiib). Syukur, jika motivasi yang diberikan
lebih dapat menumbuhkan keyakinan terhadap pertolongan Allah. Sesungguhnya
Allah itu dekat dan sangat luas karunia-Nya. Juga berkenaan dengan firman Allah
Swt, "Fa idza 'azzamta, fa tawakkal 'alaLlah." Maka, jika kamu telah membulatkan
tekad, bertawakkallah kepada Allah.
Jika Anda dapat memotivasi orang ke arah yang demikian, insya-Allah kelak
Anda akan mendapatkan syafa'at dan keutamaan di akhirat. Sementara itu, di mata
manusia sikap demikian merupakan kemuliaan.
Akan tetapi, jika Anda memotivasi dengan menonjolkan aspek-aspek pada diri
calon yang mungkin menjadikannya lebih terpengaruh, saya khawatir kesudahannya
malah tidak baik. Sikap ini rawan terhadap impression management (pengelolaan
kesan). Dan impression management mendekati manipulasi informasi, tidak
menunjukkan sebagian informasi untuk lebih menonjolkan informasi yang dianggap
penting. Ini menimbulkan kesan dan harapan. Kalau tidak sesuai dengan yang
diangankan, dapat menimbulkan kekecewaan di belakang hari.
Kado Pernikahan 52
Menceritakan aspek-aspek yang ada pada diri calon, boleh dilakukan. Tetapi
hendaknya tetap memperhatikan, agar keterangan tersebut tidak mendorong
munculnya persepsi yang keliru dan harapan yang tidak tepat. Bersyukur, jika sumber
informasi atau perantara dapat memberikan keterangan mengenai diri calon sekaligus
mengarahkan pada kelurusan niat. Ada ladang amal shalih di dalamnya.
Perantara untuk Menawarkan Maksud Seorang Wanita
Jika seorang wanita bermaksud menawarkan diri dan meminta bantuan kepada
Anda untuk memperantarai, ada persoalan yang perlu mendapat perhatian. Perantara
adalah penghubung antara maksud mulia seorang wanita dengan laki-laki yang
diharapkan. Sekaligus, ia menjadi orang pertama yang memberi keterangan kepada
pihak laki-laki mengenai wanita yang mempunyai maksud.
Perantara perlu berhati-hati dalam mengemukakan alasan wanita tersebut
memilih laki-laki yang dimaksudkan. Ia perlu menjaga agar sikap dan keterangannya,
tidak menimbulkan pandangan yang keliru dari laki-laki yang dimaksud terhadap
wanita yang menginginkannya. Ini terutama berkait dengan wanita itu, sekaligus nanti
pengaruh mendasarnya pada niat laki-laki itu ketika mempertimbangkan.
Niat dan harapan, sebagaimana kita bahas di bagian awal bab ini, sangat
mempengaruhi bagaimana orang menjalani kehidupannya setelah berumahtangga.
Seorang perantara sebaiknya berusaha untuk tidak menonjolkan aspek fisik,
terutama kecantikan dan kekayaan, dengan harapan agar laki-laki yang dimaksudkan
lebih terdorong. Kalaupun wanita itu bermaksud mempercayakan hartanya kepada
suaminya, perantara sebaiknya berusaha mengarahkan kepada kelurusan niat. Kisah
Rabi'ah binti Ismail Asy-Syamiyah, menarik untuk disimak.
Selanjutnya, pembicaraan ini saya cukupkan dengan dua hadis Nabi Saw.
Mudah-mudahan dapat menjadi renungan. Mudah-mudahan Allah memberikan
petunjuk.
Imam Thabrani meriwayatkan hadis dari Anas bin Ma-lik r.a. yang menyebutkan
bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menikahi wanita karena kehormatannya
(jabatannya), maka Allah hanya akan menambahkan kehinaan."
"Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, maka Allah tidak akan
menambah kecuali kefakirannya."
"Barangsiapa yang menikahi wanita karena nasabnya (kemuliaannya), maka
Allah hanya akan menambahkannya kerendahan."
"Dan barangsiapa yang menikahi seorang wanita ka-rena ingin menutupi
(kehormatan) matanya, membentengi farjinya, dan mempererat tali silaturrahmi,
maka Allah akan memberikan barakah-Nya kepada dia (suami) dan istrinya (dalam
kehidupan keluarganya)."
Kado Pernikahan 53
Ada hadis senada yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam An-Nasa'i.
Di samping itu, terdapat hadis-hadis lain yang memberikan peringatan dalam soal ini.
Sebagai penutup, marilah kita simak hadis riwayat Imam Abu Daud dan At-Tirmidzi
berikut.
Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian menikahi wanita karena
kecantikannya semata, boleh jadi kecantikannya itu akan membawa kehancuran.
"Dan janganlah kalian menikahi wanita karena kekayaannya semata, boleh jadi
kekayaannya itu akan menyebabkan kesombongan.
"Tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sesungguhnya budak wanita
yang hitam lagi cacat, tetapi taat beragama adalah lebih baik (daripada wanita kaya
dan cantik yang tidak beragama)".
Begitu. Mudah-mudahan Allah memberikan kemuliaan kepada mereka yang
telah memperantarai dengan bijak dan adil. Mudah-mudahan Allah mengampuni kita
semua. Allahumma amin.
'Alaa kulli hal, semoga Allah memberi kekuatan dan kejernihan kepada kita jika
ada yang membutuhkan informasi dari apa yang kita ketahui tentang seseorang atau
ketika ada yang harus kita perantarai.
Sungguh, tidak mudah menjaga kejernihan hati. Tetapi, juga tidak mudah untuk
melepaskan diri dari ghurur (keadaan terkelabui); menyangka berhati-hati, tetapi
sesungguhnya bukan. Sebagaimana juga tidak mudah melepaskan diri dari keburukan,
meski kita telah tahu ada penyakit hati yang bersarang.
Hanya Allah Yang Maha Kuasa. Semoga Allah menolong kita. Dan atas segala
kesalahan saya pada Anda, maafkan saya.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes